Keutamaan Bahasa Arab


15.10.2010

Secara umum umat Islam sudah mengetahui keutamaan belajar bahasa arab, dan sangat paham sekali bahwa dua kitab pegangan Umat Islam adalah Alquran dan Alhadis adalah berbahasa arab. Bagaimana mungkin seorang muslim yang mengaku dirinya taat kepada Allah Swt, namun bukti ketaatan tersebut tidak diwujudkan dengan mempelajari bahasanya sebagai sarana memahami kitabNya dan Sunnah Rasul. Setiap sholat lima waktu, kita semua mengucapkan bacaan ayat-ayat alquran dan do’a.

Namun, ironisnya kebanyakan kita belum merasa butuh untuk memahaminya, seperti butuhnya makan dan minum. Sehingga diri merasa walaupun tidak belajarpun tidak masalah yang penting masih tetap sholat dan mengamalkan ajaran Islam.

Allah Swt berfirman :

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS 43:3)

Ibnu katsir berkata ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 2 di atas: “Yang demikian itu (bahwa Al -Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab) karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, jelas, luas, dan maknanya lebih mengena lagi cocok untuk jiwa manusia. Oleh karena itu kitab yang paling mulia (yaitu Al-Qur’an) diturunkan kepada rosul yang paling mulia (yaitu: Rosulullah), dengan bahasa yang termulia (yaitu Bahasa Arab), melalui perantara malaikat yang paling mulia (yaitu malaikat Jibril), ditambah kitab inipun diturunkan pada dataran yang paling mulia diatas muka bumi (yaitu tanah Arab), serta awal turunnya pun pada bulan yang paling mulia (yaitu Romadhan), sehingga Al-Qur an menjadi sempurna dari segala sisi.” (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir surat Yusuf).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Berkata: “Sesungguhnya ketika Allah menurunkan kitab-Nya dan menjadikan Rasul-Nya sebagai penyampai risalah (Al-Kitab) dan Al-Hikmah (As-sunnah), serta menjadikan generasi awal agama ini berkomunikasi dengan bahasa Arab, maka tidak ada jalan lain dalam memahami dan mengetahui ajaran Islam kecuali dengan bahasa Arab. Oleh karena itu memahami bahasa Arab merupakan bagian dari agama. Keterbiasaan berkomunikasi dengan bahasa Arab mempermudah kaum muslimin memahami agama Allah dan menegakkan syi’ar-syi’ar agama ini, serta memudahkan dalam mencontoh generasi awal dari kaum Muhajirin dan Anshar dalam keseluruhan perkara mereka.” (Iqtidho Shirotil Mustaqim).

Syaikh Utsaimin pernah ditanya: “Bolehkah seorang penuntut ilmu mempelajari bahasa Inggris untuk membantu dakwah ?” Beliau menjawab: “Aku berpendapat, mempelajari bahasa Inggris tidak diragukan lagi merupakan sebuah sarana. Bahasa Inggris menjadi sarana yang baik jika digunakan untuk tujuan yang baik, dan akan menjadi jelek jika digunakan untuk tujuan yang jelek. Namun yang harus dihindari adalah menjadikan bahasa Inggris sebagai pengganti bahasa Arab karena hal itu tidak boleh. Aku mendengar sebagian orang bodoh berbicara dengan bahasa Inggris sebagai pengganti bahasa Arab, bahkan sebagian mereka yang tertipu lagi mengekor (meniru-niru), mengajarkan anak-anak mereka ucapan “selamat berpisah” bukan dengan bahasa kaum muslimin. Mereka mengajarkan anak-anak mereka berkata “bye-bye” ketika akan berpisah dan yang semisalnya. Mengganti bahasa Arab, bahasa Al-Qur’an dan bahasa yang paling mulia, dengan bahasa Inggris adalah haram. Adapun menggunakan bahasa Inggris sebagai sarana untuk berdakwah maka tidak diragukan lagi kebolehannya bahwa kadang-kadang hal itu bisa menjadi wajib. Walaupun aku tidak mempelajari bahasa Inggris namun aku berangan-angan mempelajarinya. terkadang aku merasa sangat perlu bahasa Inggris karena penterjemah tidak mungkin bisa mengungkapkan apa yang ada di hatiku secara sempurna.” (Kitabul ‘Ilmi).

Semoga kita diberi kelapangan oleh Allah sehingga kita mampu mempelajari bahasa arab dan Agama Islam dengan sempurna. Sebagai penutup pada tulisan ini saya ingin menyampaikan pesan Rasulullah Saw : “Cintailah bahasa Arab karena tiga hal, yaitu bahwa saya adalah orang Arab, bahwa Al Qur’an adalah bahasa Arab, dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab” (HR. Al Thabrani).

Selasa, 27 Maret 2012

Kemampuan Bahasa Arab (قدرة اللعغويّة)


Kemampuan Bahasa Arab (قدرة اللعغويّة)
Secara bahasa kemampuan sama dengan kesanggupan atau kecakapan. Jadi, kemampuan adalah kesanggupan individu untuk melakukan pekerjaan yang dibebankan. Sedangkan kemampuan berbahasa adalah kemampuan individu untuk mendengarkan ujaran yang disampaikan olehlawan bicara, berbicara dengan lawan bicara, membaca pesan-pesan yang disampaikan dalam bentuk tulis, dan menulis pesan-pesan baik secara lisan maupun tulisan.
Siswa yang belajar akan mengalami perubahan. Bila sebelum belajar, kemampuannya hanya 25% misalnya, maka setelah belajar selama 5 bulan akan menjadi 100%. Hasil belajar tersebut meningkatkan kemampuan mental.[1] Pada umumnya hasil belajar tersebut meliputi ranah-ranah:
-          Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkaut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu ada enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tertinggi. Keenam jenjang yang dimaksud adalah:
ü  Pengetahuan (knowledge)
ü  Pemahaman (comprehension)
ü  Penerapan (application)
ü  Analisis (analysis)
ü  Sintesis (synthesis)
ü  Penilaian (evaluation)
-          Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif ini oleh Krathwohl (1974) dan kawan-kawannya ditaksonomi dibagi menjadi lebih rinci lagi kedalam lima jenjang yaitu:
ü  Menerima atau memperhatikan (receiving or attending)
ü  menanggapi (responding)
ü  menilai (valuing)
ü  mengatur (organization)
ü  karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai (characterization by a value or value complex)
-          Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
Adapun Jenis-jenis Kemampuan Berbahasa yakni:
a.      Kemampuan mendengar
Kemampuan mendengar adalah kemampuan atau ketrampilan menangkap dan memproduksi bahasa yang diperoleh dengan pendengaran. Dalam mendengarkan biasanya menggunakan direct method. Kaidah metode ini pelajaran awal diberikan dengan latihan-latihan mendengarkan atau hear training, kemudian diikuti dengan latihan-latihan mengucapkan bunyi lebih dahulu, setelah itu kata-kata pendek, dan akhirnya kalimat yang lebih panjang. Kalimat-kalimat tersebut kemudian dirangkaikan menjadi percakapan dan cerita. Materi pelajaran ditulis dalam notasi fonetik, bukan ejaan sebagaimana lazimnya gramatika diajarkan secara induktif, dengan pelajaran mengarang terdiri dari reproduksi, dari yang telah didengar dan bicara.[2]
Secara umum tujuan latihan menyimak/mendengar adalah agar siswa dapat memahami ajaran dalam bahasa Arab, baik bahasa sehari-hari maupun bahasa yang digunakan dalam forum resmi.[3]
Dalam menyimak Ahmad Fuad Effendy, mengungkapkan beberapa tahapan-tahapan latihan menyimak, yaitu sebagai berikut:
-           Latihan pengenalan (identifikasi)
Pada tahap ini, bertujuan agar dapat mengidentifikasi bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Dalam menyajikan pelajaran, bisa langsung oleh guru secara lisan, maupun melalui rekaman.
-           Latihan mendengarkan dan menirukan
Dalam tahapan pemula, siswa dilatih untuk mendengarkan dan menirukan ujaran guru. Oleh karena itu, harus dipilihkan bahan yang pendek, mungkin berupa percakapan sehari-hari atau ungkapan-ungkapan sederhana yang tidak terlalu kompleks.
-           Latihan mendengarkan dan memahami
Pada tahap ini, mendengarkan bertujuan agar siswa mampu memahami bentuk dan makna dari apa yang telah didengar. Dalam hubungannya dengan latihan mendengarkan untuk pemahaman ini, ada beberapa teknik yang perlu diperhatikan, yaitu:
ü  Latihan melihat dan mendengar.
ü   Latihan membaca dan mendenngar.
ü   Latihan mendengar dan memperagakan.
ü   Latihan mendengar dan memahami.
b.      Kemampuan berbicara
Pelajaran bahasa pada umumnya ditujukan pada ketrampilan berbicara atau ketrampilan menggunakan bahasa lisan. Kemampuan berbicara adalah kemampuan berkomunikasi secara langsung dalam bentuk percakapan atau berdialog.
Latihan-latihan cakap (diskusi, dialog) serta latihan membuat laporan lisan, dapat juga menambah ketrampilan berbicara. Persoalan yang tidak kurang pentingnya agar siswa trampil berbicara, adalah latihan-latihan keberanian berbicara. Selain bergantung pada sikap guru, tugas tugas mengadakan komunikasi dengan orang lain (selain guru kelas) dapat juga menimbulkan
keberanian berbicara bagi siswa-siswa pemula, persoalannya keberanian (berbicara) perlu mendapat latihan-latihan seperlunya. Tugas atau suruhan guru kepada siswa-siswa untuk menyampaikan atau mengadakan hubungan dengan guru lain, (kepada sekolah, guru-guru kelas, dan atau siswa kalas yang lebih tinggi kadang-kadang dapat dirasakan sebagai kaidah bagi siswa-siswa yang berani berbicara. Hal ini dapat juga menambah keberanian berbicara.[4]
Kemahiran berbicara merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa yang ingin dicapai dalam pengajaran bahasa modern termasuk bahasa Arab. Berbicara merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian, komunikasi timbal-balik, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.
Kegiatan berbicara di dalam kelas bahasa mempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni antara pembicara dengan pendengarya secara timbal balik. Dengan demikian latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh:
-          Kemampuan mendengarkan
-           Kemampuan mengucapkan
-           Penguasaan (relatif) kosa kata yang diungkapkan yang memungkinkan siswa dapat mengkomunikasikan maksud / fikirannya.
Oleh karena itu dapat dikatan, bahwa latihan berbicara ini merupakan kelanjutan dari latihan menyimak/mendengar yang di dalam kegiatannya juga terdapat latihan mengucapkan. Kegiatan berbicara ini sebenarnya merupakan kegiatan yang menarik dan ‘ramai’ dalam kelas bahasa. Akan tetapi sering terjadi sebaliknya, kegiatan berbicara sering tidak manarik, tidak merangsan partisipasi siswa, suasana menjadi kaku dan akhirnya macet. Ini terjadi mungkin karena penguasaan kosa kata dan pola kalimat oleh siswa masih sangat terbatas. Namun demikian, kunci keberhasilan kegiatan tersebut sebenarnya ada pada guru. Apabila guru dapat secara tepat memilih topik pembicaraan sesuai denga tingkat kemampuan siswa, dan memiliki kreativitas dalam mengembangkan model-model pengajaran berbicara yang banyak sekali variasinya, tentu kemacetan tidak akan terjadi.
Faktor lain yang penting dalam menghidupkan kegiatan berbicara ialah keberanian murid dan perasaan tidak takut salah. Oleh karena itu guru harus dapat memberikan dorongan kepada siswa agar berani berbicara kendatipun dengan resiko salah. Kepada siswa hendaknya ditekankan bahwa takut salah adalah kesalahan yang paling besar.
Secara umum tujuan latihan berbicara untuk tingkat pemula dan menengah ialah agar siswa dapat berkomunikasi lisan secara sederhana dalam bahasa Arab. Adapun tahapan-tahapan latihan berbicara adalah sebagai berikut: Pada tahap-tahap permulaan, latihan berbicara dapat dikatakan serupa dengan latihan menyimak. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam latihan menyimak ada tahap mendengarkan dan menirukan. Latihan mendengarkan dan menirukan ini merupakan gabungan antara latihan dasar untuk kemahiran menyimak dan
kemahiran berbicara.
Namun harus disadari bahwa tujuan akhir dari keduanya berbeda. Tujuan akhir latihan menyimak adalah kemampuan memahami apa yang disimak. Sedangkan tujuan akhir latihan
pengucapan adalah kemampuan ekspresi (ta’bir), yaitu menggunakan ide/pikiran/pesan kepada orang lain. Keduanya merupakan syarat mutlak bagi sebuah komunikasi lisan yang efektif secara timbal-balik.
Berikut ini ada beberapa model latihan berbicara:
-          Latihan asosiasi dan identifikasi
Latihan ini terutama dimaksud untuk melatih spontanitas siswa dan kecepatannya dalam mengindentifikasi dan mengasosiasikan makna ujaran yang didengarnya. Untuk latihan antara lain:
Guru menyebut satu kata, siswa menyebut kata lain yang ada hubungannya dengan kata tersebut, contoh:
Guru                                                                Siswa                                                                           ..........                                                              ...........

-          Latihan pola kalimat (pattern practice)
Pada pembahasan mengenai teknik pengajaran qawa’idtelah diuraikan berbagai macam latihan, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu, latihan mekanis, latihan bermakna, latihan komunikatif.
Semua atau sebagian jenis latihan ini ketika dipraktikkan secara lisan juga merupakan bentuk permulaan dari latihan percakapan. Porsi latihan-latihan mekanis harus dibatasi agar siswa dapat segera di bawa ke latihan-latihan semi komunikatif dan latihan-latihan komunikatif yang sebenarnya.
-           Latihan percakapan
Latihan percakapan ini terutama mengambil topik tentang kehidupan sehari-hari atau kegiatan-kegiatan yang dekat dengan kehidupan siswa.
-           Bercerita
Berbicara mungkin salah satu hal yang menyenangkan. Tapi bagi yang mendapat tugas bercerita, kadangkala merupakan siksaan karena tidak punya gambaran apa yang akan diceritakan. Oleh karena itu guru hendaknya membantu siswa dalam menemukan topik cerita.
-           Diskusi
Hendaknya dalam pemilihan topik diskusi dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
ü  Disesuaikan dengan kemampuan siswa.
ü  Disesuaikan dengan minat dan selera siswa.
ü  Topik hendaknya bersifat umum dan popular.
ü   Dalam menentukan topik, sebaiknya siswa diajak serta untuk merangsang keterlibatan mereka dalam kegiatan berbicara.
1.      Wawancara
2.      Drama
3.      Berpidato
c.       Kemampuan membaca
Kemampuan mengucapkan bahasa dengan melihat atau memperhatikan gambar dapat disebut kemampuan berbicara dengan membaca gambar. Kemampuan ini dapat juga disebut kemampuan menafsirkan atau mengucapkan “bahasa” yang tersirat dalam gambar. Sebelum siswa-siswa dapat membaca (mengucapkan huruf, bunyi, atau lambang bahasa) lebih dahulu siswa-siswa mengenal huruf. Kemampuan pengenalan huruf dapat diperlakukan dengan cara melihat dan memperkirakan guru menulis.
Yang dimaksud dengan “dapat membaca” adalah dapat mengucapkan lambang-lambang bahasa dengan dengan pelan latihanlatihan membaca menggunakan kartu-kartu kalimat yang dibawa pulang. Kemampuan membaca dalam arti mengerti atau memahami isi bacaan, dapat dilakukan dengan latihan-latihan membaca seberapa kalimat yang sertai gambar (pengalaman siswa).[5]
Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandaian kembali dan pembacaan sandi.[6] Yang dimaksud dengan kemampuan membaca adalah dapat memahami fungsi dan makna yang dibaca, dengan jalan mengucapkan bahasa, mengenal bentuk, memahami isi yang dibaca.
Kemampuan berbicara mengandung dua aspek yaitu, mengubah lambang tulis menjadi bunyi dan menangkap arti dari seluruh situasi yang dilambangkan dengan lambang-lambang tulis dan bunyi tersebut. Inti dari kemampuan membaca terletak pada aspek yang kedua. Ini tidak berarti bahwa kemahiran dalam aspek pertama tidak penting, sebab kemahiran dalam aspek yang pertama mendusari kemahiran yang kedua. Betapapun juga keduanya merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh pengajar bahasa.
Walaupun kegiatan pengajaran membaca dalam pengertian pertama telah diberikan sejak tingkat-tingkat permulaan, namun pemibinaannya harus dilakukan juga sampai tingkat menengah bahkan tingkat lanjut, melalui kegiatan membaca keras (al-qira-ah aljahriyah). Secara umum tujuan pengajaran membaca adalah agar siswa dapat membaca dan memahami teks bahasa Arab.[7] Secara metodologi dikenal dengan reading method. Adapun langkah-langkah reading method yaitu materi pelajaran dibagi menjadi seksi-seksi pendek, tiap seksi atau bagian ini didahului dengan daftar kata-kata yang maknanya akan diajarkan melalui konteks, terjemahan atau gambar-gambar setelah pada kemampuan tertentu murid menguasai kosa kata, diajarkanlah bacaan tambahan dalam bentuk cerita singkat dengan tujuan penguasaan murid terhadap kosa kata menjadi lebih mantap.[8]
Kemampuan dalam membaca terbagi menjadi dua yakni:
1.      Kemahiran mengubah lambang tulis menjadi bunyi Abjad Arab mempunyai sistem yang berbeda dengan abjad latin. Abjad Arab bersifat sillabary, sedangkan abjad latin bersifat aphabetic.
Perbedaan lain adalah sistem penulisan Arab yang dimulai dari kanan ke kiri, tidak dikenalnya huruf besar dengan bentuk tertentu memulai kalimat baru, menulis nama orang atau tempat, dan perbedaan huruf-huruf ketika berdiri sendiri, di awal, di tengah dan di akhir.
Perbedaan-perbedaan itu menimbulkan kesulitan bagi para siswa yang sudah terbiasa dengan huruf latin, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa buku-buku majalah dan surat kabar Arab ditulis tanpa memakai syakal (tanda vokal). Padahal syakal merupakan tanda vokal yang sangat menentukan makna dan fungsi suatu kata dalam kalimat.
Kemahiran membaca, dengan demikan tergantung pada tingkat permulaan, teks bacaan masih perlu di beri syakal dan secara bertahap dikurangi sesuai dengan pekembangan penguasaan kosa kata dan pola kalimat bahasa Arab oleh para siswa. Tetapi pada prinsipna sejak semula siswa dilatih dan dibiasakan membaca tanpa syahal dalam rangka membina dan mengembangkan kemampuan membaca untuk pemahaman.
2.      Kemahiran memahami makna bacaan.
Ada tiga unsur yang harus diperhatikan dan dikembangkan dalam pelajaran mambaca untuk pemahaman ini, yaitu unsur kata, kalimat, dan paragraf. Ketiga unsur ini bersama-sama mendukung makna dari suatu bahan bacaan.
Agar pelajaran kemahiran mambaca untuk pertama kali ini menarik dan menyenangkan, bahkan bacaan hendaknya dipilih sesuai dengan minat, tingkatan perkembangan dan usia siswa.
Beberapa jenis membaca:
-          Membaca keras / membaca teknis
ü  Menjaga kecepatan bunyi bahasa Arab, baik dari segi makna makhraj, maupun sifat-sifat bunyi yang lain.
ü   Irama yang tepat dan ekspresi yang menggambarkan perasaan penulis.
ü   Lancar, tidak tersendat-sendat dan terulang-ulang.
ü   Memperhatikan tanda baca atau grafis (pungtuasi).
-          Membaca dalam hati
Membaca dalam hati bertujuan untuk memperoleh pengertian, baik pokok-pokok maupun rincian-rinciannya. Yakni, membaca analisis, membaca cepat, membaca rekreatif dan sebagainya.
Dalam kegiatan ini perlu diciptakan suasana kelas yang tertib sehingga memungkinkan siswa berkonsentrasi kepada bacaan.
Secara fisik membaca dalam hati harus menghindari:
ü  Vokalisasi, baik hanya menggerakkan bibir sekalipun.
ü  Pengulangan membaca, yaitu mengulangi gerak mata (penglihatan).
ü  Menggunakan telunjuk / penunjuk atau gerekan kepala.
-          Membaca cepat
Tujuan utamanya adalah untuk menggalakkan siswa agar berani membaca lebih cepat dari pada kebiasaannya. Kecepatan menjadi tujuan tetapi tidak boleh mengorbankan pengertian. Dalam membaca cepat siswa diminta memahami rincian-rincian isi cukup dengan pokok-pokoknya saja.[9]
-          Membaca rekreatif
Tujuannya untuk memberikan latihan kepada para siswa membaca cepat dan menikmati apa yang dibacanya. Atau untuk membina minat dan kecintaan membaca. Biasanya berupa
cerita pendek atau novel yang telah diperindah bahasanya sesuai dengan tingkatan pelajar yang menjadi sasarannya.
-          Membaca analisis
Tujuannya untuk melatih siswa agar memiliki kemampuan mencari informasi dari bahan tertulis. Selain itu siswa dilatih agar dapat menggali dan menunjukkan perincian informasi yang memperkuat ide utama yang disajikan penulis.
d.      Kemamapuna menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung atau tidak secara tatap muka dengan orang lain.[10] Yang dimaksud dengan kemampuan menulis adalah trampil membuat huruf-huruf (besar maupun kecil) dengan jalan menyalin atau meniru tulisan-tulisan dalai struktur kalimat. Kemampuan menulis seperti ini bisa kita sebut kemampuan menulis teknis.[11]
Kemampuan menulis yang lebih penting adalah kemampuan menulis berdasarkan pengertian komposisi atau kemampuan merangkai bahasa/mengarang. Seperti halnya membaca, kemahiran menulis mempunyai dua aspek, tetapi dalam hubungan yang berbeda. Pertama, kemahiran
membentuk huruf dan menguasai ejaan. Kedua, kemahiran melahirkan fikiran dan perasaan dengan tulisan.
1.       Kemahiran membentuk huruf
Dalam kenyataan kita sering melihat banyak orang yang dapatmenulis arab dengan amat baik, tetapi tidak paham kalimat yangditulisnya, apalagi melahirkan maksud dan pikirannya sendiri dengan bahasa Arab. Sebaliknya tidak sedikit sarjana bahasa Arab yang tulisannya seperti cakaran ayam.
Mengungkapkan kenyataan seperti ini tidak berarti menafikan pentingnya kemahiran menulis dalai aspek pertama,karena kemahiran dalai aspek pertama mendasari kemahiran aspek kedua. Oleh karena itu, walaupun kemampuan menulis alphabet Arab telah dilatihkan sejak tingkat  permulaan, tetapi dalai tingkat-tingkat selanjutnya pembinaan harus tetap dilakukan, paling tidak sebagai variasi kegiatan.
Latihan tersebut ditekankan kepada kemampuan menulishuruf Arab dalam berbagai posisinya secara benar, terutama yang menyangkut penulisan hamzah dan alif layyinah. Segi artistiknya (khat) barangkali tidak teramat penting, meskipun tidak boleh diabaikan, kecuali bagi calon guru bahasa Arab dan guru agama yang memang dituntut oleh profesinya untuk menulis Arab tidak saja benar tetapi juga baik. Secara umum pengajaran penulis bertujuan agar siswadapat berkomunikasi secara tertulis dalam bahasa Arab.
2.       Kemahiran mengungkapkan dengan tulisan
Aspek ini seperti ditegaskan dimuka merupakan intisari dari kemahiran menulis. Latihan menulis ini pada prinsipnya diberikan secara latihan menyimak, berbicara dan membaca. Ini tidak berarti bahwa latihan menulis ini hanya diberikan setelah siswa memiliki ketiga kemahiran tersebut di atas. Latihan menulis dapat diberikan pada jam yang sama dengan latihan kemahiran yang lain, sudah tentu dengan memperhatikan tahap-tahap latihan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.[12]
 Tahap-tahap latihan menulis:
Menurut Ahmad Fuad Effendy,[13] tahap-tahap latihan menulis adalah sebagai berikut:
-          Mencontoh
ü  Siswa belajar dan melatih diri menulis dengan cepat sesuai dengan contoh.
ü  Siswa belajar mengeja dengan benar
ü  Murid berlatih menggunakan bahasa Arab yang benar.
-          Reproduksi
Adalah menulis berdasarkan apa yang telah dipelajari secara lisan. Dalai tahap kedua ini siswa sudah mulai dilatih menulis tanpa ada model. Model lisan tetap ada dan harus model yang benar-benar baik.
-           Imlak
Ada dua macam imlak yaitu:
ü  Imlak yang dipersiapkan sebelumnya. Siswa diberitahu sebelumnya materi/teks yang akan diimlakan.
ü  Imlak yang tidak dipersiapkan sebelumnya. Siswa tidakdiberitahu sebelumnya materi/teks yang akan diimlakan. Sebelum penyajian, guru sebaiknya membacakan secara lengkap, kemudian menuliskan beberapa kata sulit di papantulis dan diterangkan maknanya.
-           Rekombinasi dan transformasi
Rekombinasi adalah latihan menggabungkan kalimat-kalimat yang mulanya transformasi adalah latihan mengubah bentuk kalimat, dari kalimat positif menjadi kalimat negatif,kalimat berita menjadi kalimat tanya dan sebagainya



[1] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan pembelajaran. (Cet. II; Jakarta: Rineka cipta, 2002), h. 174
[2] Juwariyah Dahlan, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab (Surabaya: Al Ikhlas, Cet. I, 1992), hlm. 112.
[3] Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang: Misykat, Cet. III, 2005), hlm. 102.
[4] A.S, Broto, Pengajaran Berbahasa Indonesia Sebagai Bahsa Kedua di Sekolah DasarBerdasarkan Pendekatan Linguistik Konstranstif (Jakarta: Bulan Bintang, Cet. I, 1980), hlm.141-143
[5] A.S. Broto, Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Kedua di Sekolah Dasar Berdasarkan Pendekatan Linguistik Konstransitif, hlm. 141-143.
[6] Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, Cet. VII, 1979), hlm. 7.
[7] Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Berbahasa Arab, hlm. 127.
[8] Juwairiyah Dahlan, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab, hlm. 113.
[9] Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, hlm. 130.
[10] Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Jakarta: Angkasa, Cet. VI, 1994), hlm. 3.
[11] A.S. Broto, Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Kedua di Sekolah Dasar Berdasarkan Pendekatan Linguistik Konstransitif, hlm. 143.
[12] Ahmad Fuad Effendy, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, hlm. 138.
[13] Ibid, hlm. 139-140.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar